Senin, 29 Juni 2009

Aspek Hukum Pengelolaan Pemukiman

www.tips-fb.com Diposting oleh ilunk

  • Dasar hukum.
Dasar hukum pengelolaan lingkungan di Indonesia secara konstitusional dapat ditemukan pada pasal 33 (3) Undang-undang Dasar 1945, kemudian dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1973, sampai GBHN 1993, selalu ditemui Dasar hukum pengelolaan lingkungan hidup yang menjadi dasar hukum bagi pembangunan yang berlangsung selama ini. Dalam wujud perundang-undangan sejak kemerdekaan telah terdapat perundang-undangan yang merupakan dasar hukum bagi pengelolaan lingkungan seperti UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan, UU Nomor 31 tahun 1964, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom, UU No. 2 tahun 1966 tentang Hygiene, UU No. 5 tahun 1967, tentang Ketentuan Pokok Kehutanan ,dan masih banyak lagi perundang-undangan lainnya yang mengaitkan Hukum dengan Lingkungan. Kesemua undang-undang tersebut masih merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang berwawasan penggunaan ( Use Oriented Law), sehingga tidak relevan untuk digunakan dalam era pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable development), di bawah kawalan hukum lingkungan moderen yang berorientasi pada lingkungan (Environmental Oriented Law). Pada tahun 1982 yaitu setelah diterbitkannya UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, barulah kita memiliki undang-undang yang mengandung prinsip-prinsip hukum lingkungan moderen. Oleh karena itu undang-undang inilah yang kemudian menjadi payung bagi setiap peraturan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.

  • Pengelolaan Pemukiman dan Jaminan akan kepastian hukum.
Dalam membicarakan mengenai jaminan akan kepastian hukum atas pengelolaan lingkungan pemukiman dapat dikaitkan dengan konsep tata ruang, dan untuk memahami keterkaitan ini maka perlu diketahui hakekat tata ruang. Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur tercakup pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah difahami dan dilaksanakan. Karena itu yang ditata atau diatur adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasarananya. Suatu Tata Ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut dengan Penataan Ruang. Dalam pengertian ini penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan utama yaitu perencanaan tata ruang, perwujudan tata ruang dan pengendalian tata ruang (Daud Silalahi, 1992) . Sedangkan pasal 1 (3) Undang-undang Nomor 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang berbunyi : Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dari kedua pengertian tentang penataan ruang di atas dapat disederhanakan menjadi “Penentuan pemanfaatan untuk suatu ruang tertentu”, sehingga dengan demikian pengelolaan pemukiman bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri melainkan harus mengacu pada tata ruang yang ada. Bagi pemukim pada daerah perkotaan juga harus memperhatikan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), sesuai dengan peraturan Mendagri No. 2 tahun 1987. Kehadiran UU No. 24 tahun 1992, tentang penataan ruang, adalah untuk menciptakan lingkungan yang teratur dengan menetapkan peruntukan terhadap setiap ruang tertentu, Perundang-undangan nasional ini harus dilaksanakan pada setiap tingkatan pemerintahan termasuk Sulawesi Tengah. Hal ini mutlak sebab bilamana UU ini belum diterapkan langsung keseluruh jajaran pemerintahan, maka tidaklah mungkin untuk mengelola pemukiman dengan memberi jaminan hukum kepada masyarakat. Pelaksanaan perundang-undangan ini, harus secermat mungkin agar tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatannya pada suatu ruang tertentu dan juga agar pembatasan antar ruang menjadi jelas. Sampai saat ini implementasi terhadap UU penataan ruang tersebut di propinsi Sulawesi Tengah dan khususnya di kota Palu, hanya berbentuk produksi hukum saja sedangkan peraturan-peraturan daerahnya belum ada. Akibatnya, perkembangan pemukiman perkotaan khususnya di Kota Palu berlangsung tanpa kendali, sehingga muncullah pemukiman yang bercampur baur dengan kegiatan industri seperti di wilayah Tondo dan Mamboro, selain itu di pusat kota bermunculanlah kantong-kantong pemukiman yang tidak layak huni. Kesemuanya itu menunjukkan suatu pola pemukiman yang tidak berwawasan lingkungan. Pada hal pasal 5 (1) UU No. 2 tahun 1982, menyebutkan : “Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik”. Hal ini berarti suatu kewajiban bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan membentuk pola pemukiman yang berwawasan lingkungan bagi masyarakatnya.

  • Pengelolaan Pemukiman dan Jaminan terhadap keadilan.
Dalam membicarakan mengenai jaminan terhadap keadilan atas pengelolaan lingkungan pemukiman maka mau tidak mau harus melalui pendekatan yuridis sebab pengelolaan pemukiman penduduk tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan sosial, kebutuhan ekonomi, dan keselamatan lingkungan yang berdasar pada azaz pembangunan berkelanjutan akan tetapi mesti disiplin dan taat pada ketentuan –ketentuan hukumnya agar dapat mendukung tata lingkung dengan pendekatan ekologis guna mempertahankan keseimbangan lingkungan dengan tetap memperhatikan hak-hak rakyat. Pengabaian terhadap pendekatan yuridis ini akan menimbulkan gejolak-gejolak yang dapat mengganggu jalannya pembangunan bahkan dapat merusak pembangunan secara keseluruhan. Dalam pengelolaan pemukiman yang lazim terjadi adalah pemindahan penduduk secara paksa (penggusuran) dari suatu tempat ke tempat pemukiman yang sudah ditetapkan. Pemerintah sebagai manager dalam pengelolaan pemukiman harus berlaku adil dalam memberi ganti rugi, sebagai resiko awal yakni tidak diterapkannya aturan yang tegas dan terpadu terhadap pemukim-pemukim liar yang sudah terlanjur hidup dan menetap pada lokasi-lokasi yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan pengelolaan pemukiman yang berwawasan lingkungan pada waktu sebelumnya. Demikian pula perlu dikembangkan adanya keterbukaan dan kejujuran pemerintah dalam memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya terhadap masyarakat dengan tingkat pendidikan yang sangat minim, termasuk masyarakat terpencil yang hidup di bukit-bukit yang juga berhak atas lingkungan yang sehat sesuai peraturan perudang-undangan yang berlaku. Olehnya itu untuk mencapai tujuan yang baik tentang pengelolaan pemukiman, harus menyertakan pendekatan yuridis (hukum), agar supaya terhindar dari gejolak-gejolak yang dapat mengganggu jalannya proses pembangunan kemudian segera mengimplementasikan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan pemukiman serta membudayakan keterbukaan dan kejujuran dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai rencana, program, maupun kebijaksanaan yang akan dilaksanakan dalam mengelola pemukiman. Data mengenai lingkungan adalah hak setiap orang dan bukanlah komoditi yang harus disembunyikan apalagi untuk diperjual belikan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

thnkyuu tas blog.a
keren banget n tgs q dapat slesai.
+__+

Posting Komentar